Kirim ini ke Facebook Anda..

Konferensi Pendidikan Islam Sedunia I di Makkah pada tahun 1977 mengklasifikasikan ilmu kepada ilmu naqli (wahyu) dan ilmu ‘aqli (dicari dengan akal). Ilmu ‘aqli itu kemudian diklasifikasikan lagi kepada sains-sains alam (natural science) dan sains kemanusiaan (social science and humanities).
Definisi sains yang banyak diterima oleh pakar pendidikan mengatakan : ” Sains adalah sejumlah konsep dan binaan hipotesis (hypothetical contruct) yang terwujud sebagai hasil daripada proses pengamatan dan eksperimen yang pada gilirannya membawa kepada lebih banyak pengamatan dan eksperimen”.
Kalau kita terima definisi ini, maka kita akan sampai pada kesimpulan bahwa sains mengandung dua unsur utama, yaitu kandungan sains itu dan proses yang membawa kepada menemukan fakta dan konsep itu dalam tataran yang saling terkait (interconnected) yang selanjutnya mendorong untuk memperoleh lebih banyak pengetahuan baru.
Agar memiliki kemahiran yang benar dan berkualitas, maka ia harus memenuhi dua syarat pokok :
1. Mengetahui dan memahami apa yang dikehendaki oleh pekerjaan itu (kawasan kognitif).
2. Keinginan melaksanakan pekerjaan itu dengan betul dan berkualitas
Kedua syarat pokok diatas sesuai dengan makna sebuah Hadits Nabi SAW yang maksudnya ” Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila mengerjakan sesuatu dia mengerjakannya dengan baik dan berkualitas“.
Bila ditelusuri, manusia itu lebih hebat dari pada malaikat ” dalam konteks menjadi khalifah di muka bumi. ” Apa kehebatannya ? ” ilmu pengetahuan”. Dalam Al Qur’an dijelaskan : ” wa ‘allama Adam al-asma’kullaha” (2:31).
Sekali lagi, kita disini berbeda dengan konsep di barat. Dalam Al Qur’an, ada ilmu yang diusahakan perolehannya dan ada ilmu yang dianugerahkan oleh Allah SWT. Kita bisa belajar, kita dapatkan ilmunya tetapi ada cara lain untuk memperoleh ilmu.
Imam Al Gazali memberi contoh, ilmu diibaratkan air masuk ke dalam suatu wadah, wadah bagi manusia adalah kalbunya. Ada ilustrasi yang menyatakan, kalau wadah itu diibaratkan satu kolam, maka bagaimana cara memenuhi kolam itu dengan air.
Caranya pertama adalah mengalirkan air dari luar masuk ke kolam, misalnya dari sungai atau menimbakan air masuk ke kolam tersebut hingga penuh. Cara Kedua adalah menjadikan wadah itu seperti sumur. Air bukannya datang dari luar, tetapi dengan menggali sumur sehingga dari dasar sumur itu memancar air yang jernih, yang muncul dari dalam. Seperti hal air zam-zam, air tersebut akan muncrat tiada henti dan akhirnya.
Ilmu yang dicari melalui upaya manusia diibaratkan seperti air yang datang dari luar mengalir ke dalam kolam. Tetapi kalau mau mendapatkan air jernih dan mengalir terus-menerus, jadikan kalbu Anda seperti sumur. Sumur harus digali lebih dahulu dan dihilangkan tanah-tanahnya yang berbatu-batu sampai mata airnya ditemukan.
Demikian metafora yang dikemukakan oleh para pakar sufisme. ( M. Quraish Shihab kerapkali menggunakan metafora ini untuk menggambarkan cara pemerolehan ilmu pengetahuan dalam perspektif Sufi).
4 komentar:
wahh . , terima kasih sharingnya kawan . ,
jadi kita bisa mencari ilmu dgn cara yg benar . ,
nice !!
mmmh...yayaya...yang menarik disini "jadikan kalbu Anda seperti sumur. Sumur harus digali lebih dahulu dan dihilangkan tanah-tanahnya yang berbatu-batu sampai mata airnya ditemukan"....jadi contoh yg patut di ikuti..txa sob..
sangat bagus nih sob postingnya,....
semoga bermanfaat untuk yang lainnya.... salam bloggerz... ^_^
bermanfaat sekali..
Posting Komentar