Indonesia Vs Malaysia We Are One Forever
Info penerimaan mahasiswa baru IDIA Prenduan tahun akademik 2010-2011 silahkan klik di sini
Ya Allah Jangan Kau Coba Aku Melebihi Batas Mampu Dan Sanggupku

ULIL ALBAB : PREDIKAT SARJANA INTELEKTUAL MUSLIM

Selasa, 05 Oktober 2010

Kirim ini ke Facebook Anda..

www.tips-fb.com

Oleh : Masthuriyah Sa'Dan*

Katakanlah, “adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” sesunguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran” (Az-Zumar: 9).
“(yakni) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) “ya tuhan kami tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia, maha suci engkau maka peliharalah kami dari siksa neraka” (Ali Imran: 191)


Cuplikan ke dua ayat Al-Qur’an tersebut mendeskripsikan sebuah predikat yang diberikan oleh Allah kepada orang-orang yang berakal, yang dari akal tersebut dia memikirkan tentang penciptaan Tuhannya, selalu mengingat Tuhannya sambil berdiri, duduk maupun berbaring. Yakni predikat Ulul Albab yang telah Allah berikan kepadanya, sebuah predikat atau gelar yang tidak semua makhluk bisa menyandangnya.
Kembali pada judul awal dari tulisan ini adalah upaya untuk menjadi sarjana muslim. menjadi sarjana yang menyandang gelar sarjana muslim bukanlah hal yang mudah bak membolak-balikkan telapak tangan, gelar tersebut membutuhkan komitmen, antusiaisme dan profesionalisme yang tinggi, sarjana bukanlah hanya sekedar mahasiswa yang telah lulus dari perguruan tinggi dan sudah memakai Toga dengan ijasah dan gelar kesajarnaan di tangan, akan tetapi terdapat beberapa predikat yang patut disandang oleh sarjana, sebagaimana yang dikatakan oleh Drs. Saifurrahman Nawawi ketika acara workshop keniha’ian pada hari ahad tanggal 22 Maret 2009, bahwa predikat yang pantas disandang oleh sarjana adalah;
 Ilmuwan. Yakni sarjana yang mendalami keilmuwanya kemudian mengembangkanya melalui pengamatan dan analisanya.
 Intelektual. Definisi umum intelektual adalah orang pada umumnya dan sarjana pada khususnya yang merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakat, menangkap aspirasi masyarakat dan merumuskanya dalam bahasa yang dapat dipahami oleh setiap masyarakat kemudian menawarkan strategi solusinya.
Terdapat beberapa variasi devinisi intelektual yakni menurut James Mac Gregor Burns : “Intellectual is a devotee of ideas, knowledge, values.” (Orang yang terlibat secara kritis dengan nilai, tujuan dan cita-cita yang mengatasi kebutuhan praktis). Dan menurut KH. Saifurrahman Nawawi sendiri mendefinisikan intelektual adalah orang yang mencoba dan berusaha untuk membentuk lingkunganya dengan gagasan analitis dan normatifnya.
Sarjana disamping tugas keilmuwanya untuk dirinya sendiri yang lebih pokok lagi adalah untuk orang lain yakni masyarakat disekitarnya, hal itu tak lepas dari butir-butir Tri Dharma Perguruan Tinggi (Sunarto. 2007) yakni Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian pada masyarakat. Sehingga dalam mewujudkan tujuan pendidikan tinggi rumusanya adalah:
 Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik atau professional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, tekhnologi dan kesenian.
 Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, tekhnologi dan kesenian serta mengupayakan penggunaanya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional yang akan memiliki produk-produk yang unggul.
Dari sini dapat kita ketahui bahwa tugas seorang sarjana yang bertitel intelektual tidaklah mudah, Edward A Shils mengatakan bahwa Tugas intelektual ialah menafsirkan pengalaman masa lalu ke masyarakat, mendidik pemuda dalam tradisi dan keterampilan masyarakatnya, melancarkan dan membimbing pengalaman estetis dan keagamaan di berbagai sektor masyarakat dan lain sebagainya. Dalam prespektif Islam intelektual bukan saja orang yang memahami sejarah bangsanya, dan bukan saja sanggup melahirkan gagasan-gagasan analitis dan normatif yang cemerlang, melainkan juga menguasai sejarah Islam (Islamologis).
Kalau kita buka kembali ayat-ayat Tuhan dalam kalamnya yakni dalam Al-Qur’an, betapa vulgarnya Tuhan mendiskripsikan seorang hamba yang dengan akalnya dia berfikir dan dengan matanya dia melihat ciptaan-Nya. Hal itu dapat kita lihat dari bunyi ayat: “Yang berdzikir kepada Allah waktu berdiri, duduk, berbaring dan berfikir dalam penciptaan langit Dan bumi..”
Poin inti dari Ayat tersebut, kalau kita lihat pada aplikasi kehidupan sekarang, ayat tersebut menerangkan tentang orang-orang yang berilmu pengetahuan, yang mana dengan ilmu pengetahuanya tersebut ia dapat meneropong alam raya beserta isinya, tidaklah mungkin orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan dangkal yang dapat menembus pikiran keseluruh jagad raya terkecuali orang-orang yang memiliki kapasitas keintelektualan yang tinggi. Tradisi keilmuwan sekarang mengatakan bahwa orang-orang yang memiliki kapasitas keilmuwan yang tinggi biasanya adalah sarjana, akan tetapi perlu di garis bawahi bahwa “sarjana belum tentu ilmuwan dan beriintelektual akan tetapi seorang yang intelektual dan ilmuwan pada esensinya dia adalah sarjana secara hakiki”. Katakanlah, “adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”sesunguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran” (Az-Zumar: 9).
Dari ayat tersebut sangat jelas sekali bahwa sarjana yang memiliki kapasitas keilmuwan dan keintelektualan yang tinggi bisa kita asosiasikan pada istilah Ulil Albab dalam Al-Qur’an, adapun untuk mempermudah kita mengetahui spesifikasi Ulil Albab dalam kehidupan dewasa ini adalah:
1. Memiliki minat yang tinggi untuk selalu menuntut ilmu Artinya dalam hidupnya tidak ada istilah terlambat untuk belajar, dalam dirinya tertanam obsesi “tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat”, istilah menuntut ilmu dalam pengertian ini tidaklah kita artikan secara kasat mata melainkan kita maknai secara universal dan general, bagi seorang yang menyandang predikat Ulil Albab dimanapun dan kapanpun dia berada maka yang terdetik dalam dirinya adalah haus ilmu. Hal itu dapat kita lihat pada penjelasan Allah dalam surat Ali Imran ayat 7 Artinya: Dan orang-orang yang mendalami ilmunya berkata “kami beriman kepada ayat-ayat Mutasyabbihat, semuanya itu dari sisi tuhan kami” dan tidak dapat mengambil pelajaran (darinya) melainkan orang-orang yang berakal.
2. Memilih yang baik dari yang jelek kemudian mampu mempertahankanya. Ulil Albab memiliki spesifikasi dan pemfilteran yang tinggi untuk memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk, ketika dia yakin dengan mata hatinya bahwa hal tersebut adalah baik maka dia berusaha dengan sekuat tenaga untuk mempertahankan kebaikan yang dirasakanya tersebut, hal itu bisa kita tilik dari firman Allah dalam surat Al-Ma’idah ayat 100 yang berbunyi: Katakanlah “tidak sama yang buruk dengan yang baik meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan”.
3. Bersikap kritis dan pandai menimbang-nimbang teori, proposisi dan opini orang lain. Hal itu seperti dalam firmanya: Artinya Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya, mereka itulah orang-orang yang di beri Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal (Az-Zumar:8).
4. Menyampaikan ilmunya, memberikan peringatan dan ancaman, melakukan protes terhadap ketidak adilan. Bagi mereka Ulul Albab berjihad dalam menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar menjadi obsesi hidupnya untuk selalu menegakkan benteng Islam. Artinya (Al-Qur’an) adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka di beri peringatan denganya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya dia adalah tuhan yang maha esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran.
5. Tidak takut kecuali kepada Allah, Allah berfirman: Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang mempunyai akal, (yakni) orang-orang yang beriman, sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu.
Dari pemaparan spesifikasi Ulil Albab tersebut di atas, dapat kita simpulkan bahwa Ulil Albab adalah sama dengan Intelektual plus ketakwaan dan keshalehanya, didalam diri Ulil Albab terpadu sifat-sifat keilmuwan, sifat-sifat intelektual dan sifat-sifat orang yang dekat dengan Allah SWT. Generasi Ulil Albab inilah yang sangat di harapkan dan diimpi-impikan oleh IDIA yakni Sarjana Muslim berintelektual dan berpredikat Ulil Albab.

*Teruntuk teman-temanku seperjuangan
Sarjana muslim IDIA alumni 2010

Artikel Terkait



0 komentar:


Profil lengkap


HELO SOBAT BLOGGER MAMPIR SINI YACH..Hp:087850265023 KEPADA SEGENAP PENGUNJUNG SAYA UCAPKAN TERIMA KASIH SUDAH MENGISI ABSEN HADIR DISNI, DAN MOHON MAAF JIKA SAYA TERLAMBAT MEMBALAS KUNJUNGAN ANDA....
Sekalian follow yach!! i will follow u back ok??