Kirim ini ke Facebook Anda..
Nama sebenarnya Hamka adalah Abdul Malik bin Haji Abdul Karim bin Amrullah. Namun dia lebih dikenal dengan sebutan Hamka. Hamka sendiri sebenarnya adalah akronim dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Nama ini (Hamka) mulai popular sekitar tahun 1927-an tepatnya ketika dia kembali dari tanah suci, Makkah. Adapun Buya yang sering disematkan kepadanya adalah panggilan kehormatan bagi orang Minangkabau (http://siraj.blogdetik.com/2009/03/19/biografi-buya-Hamka.html).
Hamka lahir pada 14 Muharram 1326 H atau bertepatan dengan tanggal 17 Pebruari 1908. Tempat kelahirannya adalah kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat. Hamka terlahir dari seorang ibu yang bernama Siti Safiyah, istri pertama ayahnya, Syeikh Abdul Karim bin Amrullah. Ayahnya terkenal sebagai tokoh pembaharu di Minangkabau (http://pas123.blogspot.com/2008/01/Hamka.html).
Kemampuannya dalam berbagai bidang keilmuan, di antara tafsir, tasawuf, sejarah, filsafat dan sastra, membuat orang memberikan berbagai macam penilaian kepadanya, seperti sejarawan, antropolog, sastrawan, ahli politik, jurnalis dan islamolog serta pioner modernisasi islam.
Hamka meninggal di rumah sakit pertamina, Jakarta pada tanggal 24 Juli 1981. Serangan jantung yang cukup berat membuat Hamka terbaring kurang lebih satu minggu di rumah sakit. Kendatipun ditangani oleh para dokter ahli, namun nyawa Hamka tak terselamatkan. Akhirnya dia wafat pada usia 73 tahun (Yusuf, 2003: 55).
Pendidikan dan Aktivitas Hamka
Hamka Mengawali pendidikannya di Sekolah Dasar Maninjau. Tetapi di sekolah tersebut dia hanya sempat mengenyam pendidikan hingga kelas dua. Di saat usianya mencapai 10 tahun, ayahnya mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di sana Hamka mendalami bahasa Arab (http://siraj.blogdetik.com/2009/03/19/biografi-buya-Hamka.html).
Pada tahun 1924, saat Hamka berusia 15 tahun, berangkat ke tanah Jawa bersama pamannya, Ja'far Amrullah. Pada saat itu pamannya sudah lama tinggal di Yogyakarta. Pada saat itulah beliau mulai tertarik terhadap gerakan sosial politik, khususnya gerakan Islam. (http://siraj.blogdetik.com/2009/03/19/biografi-buya-Hamka.html)
Di Jawa Hamka rajin membaca dan bertukarpikiran dengan tokoh-tokoh pergerakan Islam, seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Surjopranoto, Haji Fachruddin, A.R. Sultan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo. Pada saat itu dia mulai mengasah bakatnya sehingga menjadi da'i handal (http://pas123.blogspot.com/2008/01/Hamka.html).
Pada bulan Juli 1925, Hamka kembali ke Padang Panjang dan ikut mendirikan tabligh Muhammadiyah. Di saat usianya mencapai 17 tahun, Hamka dan Sultan Mansur aktif dalam kegiatan dakwah dan tumbuh menjadi tokoh Minangkabau yang disegani. Kemudian, pada tahun 1927, Hamka berangkat ke Makkah menunaikan ibadah haji sekaligus memperdalam ilmunya. Dia tinggal di Makkah selama enam bulan sambil bekerja di sebuah percetakan. Sepulangnya dari Makkah, dia menikah dengan Siti Raham bin Endah Sutan, yang sebelumnya telah bertunangan (http://siraj.blogdetik.com/2009/03/19/biografi-buya-Hamka.html).
Hamka mendapat pendidikan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik. Dengan kemampuan bahasa arabnya yang tinggi, dia dapat menelaah karya ulama dan pujungga besar di Timur Tengah, seperti Zaki Mubarak, Jurzi Zaidan, Abbas al-Aqqad, Musthafa al-Manfaluthi dan Husain Haikal. Selain itu juga, Hamka banyak membaca karya ilmuwan Prancis, Inggris dan Jerman, seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sarte, Karl Marx dan Pierre Loti (http://pas123.blogspot.com/2008/01/Hamka.html).
Hamka juga aktif dalam organisasi Muhammadiyah. Selain itu, dia juga aktif dalam kegiatan politik. Kegiatan politiknya dimulai pada tahun 1925 ketika dia menjadi anggota Partai Serikat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan bergeriliya dalam hutan di Medan (http://pas123.blogspot.com/2008/01/Hamka.html).
Pada tahun 1946, berlangsung konferensi Muhammadiyah di Padang Panjang, dan Hamka terpilih sebagai ketuannya. Posisi sebagai ketua Muhammadiyah dimanfaat Hamka untuk kegiatan dakwah. Posisi ini memberikan kesempatan yang banyak kepada Hamka untuk berkeliling Sumatera Barat, merangsang cabang-cabang Muhammadiyah untuk menyiarkan Islam dan meningkatan persatuan bangsa. Situasi ini sangat menguntungkan Hamka, sehingga kebolehannya sebagai penulis dan penceramah menjadi bertambah populer. Hamka tidak hanya dipandang sebagai pemimpin agama, tetapi juga sebagai pahlawan pejuang bangsa (Yusuf, 2003: 50).
Semua aktivitas yang dijalani Hamka tidaklah berjalan mulus, banyak aral dan rintangan. Perkembangan politik di Indonesia kian lama kian bertambah buruk. Lebih parahnya lagi setelah presiden Soekarno mengeluarkan dekrit 5 Juli 1959. Indonesia melaksanakan demokrasi terpimpin. Awalnya, demokrasi terpimpin ini dipimpin oleh UUD 1945. namun karena pengaruh PKI demokrasi ini perlahan-lahan diselewengkan, sehingga Pancasila dan UUD 1945 hanyalah sebagai semboyan belaka.
Hasutan demi hasutan pun banyak ditujukan kepada Hamka. Dia dituduh menyelenggarakan rapat gelap untuk membunuh presiden Soekarno. Situasi genting ini dimanfaatkan oleh Lembaga Kebudayaan Masyarakat (LEKRA), di bawah naungan PKI, untuk lebih memojokkan Hamka. Dia dituduh sebagai plagiator atas karya Musthafa Luthfi al-Manfaluthi (Yusuf, 2003: 52-53).
Hasutan PKI semakin lama semakin meningkat. Presiden Soekarno benar-benar dalam genggamannya. Dan atas tuduhan merencanakan pembunuhan presiden, Hamka ditangkap dan dijebloskan ke dalam tahanan. Namun keadaan ini dimanfaatkan Hamka untuk menulis tafsir Al-Azhar (Yusuf, 2003: 53).
Berikut ini beberapa ringkasan aktivitas Hamka mulai tahun 1931-1981 (wafat), dikutip dari (http://siraj.blogdetik.com/2009/03/19/biografi-buya-Hamka.html):
0 komentar:
Posting Komentar